PERCIKAN PENGALAMAN PASTORAL

Ini hanyalah sepercik catatan pinggir tentang "kebersamaanku" selama tiga minggu bersama umat Paroki Sankt Kunigunde Pirna; sebuah paroki kecil dengan 1750 umat Katolik.

Hari itu, sabtu 17 Maret 2001. Ketika mobil merah yang kutumpangi kebetulan dikemudi oleh P. Polykarpus SVD (Kapelan Paroki St. Kunigunde ) menyusuri bilangan pertokoan kota Pirna, sesaat saya terbangun dari lamunanku dan memandang keluar kaca mobil. Aku akan segera tinggalkan Pirna. Tiada tangis dan air mata yang kutitipkan buatnya. Cumalah sebuah harapan terbit di hati kecilku bagi segenap umat Paroki St. Kunigunde, "semoga semangat iman yang lumayan kokoh yang bertengger di hati kaum tua bisa menjadi pola anutan dan bisa merasuki kaum muda dan anak-anak yang kadang-kadang tidak tahu harus berpijak pada dasar yang mana." Deretan kata-kata seperti inilah yang mungkin cukup tepat dan yang harus saya rumuskan untuk menyimpulkan segala yang telah saya pelajari, saya alami selama tiga minggu bersama mereka.

Yah, kurang lebih tiga minggu lamanya saya ada di tengah-tengah mereka. Tiga minggu, bagiku adalah sebuah tenggang waktu yang terlampau singkat untuk sebuah masa praktek. Dan dalam rentang waktu yang singkat itu, saya coba untuk ‘ berjalan’ dibawah bimbingan P. Poly. Mulai dari menyertai P. Poly dalam kunjungan keluarga, mengamati jalannya pelajaran agama di sekolah, ikut pertemuan mingguan dewan paroki, ikut serta dalam acara kelompok muda dan putra altar, aktif dalam tugas liturgial paroki, hingga kunjungan kepada orang sakit. Semuanya itu saya jalani dalam keterbatasan baik dalam pengalaman pastoral dan juga keterbatasan bahasa yang kumiliki. Tapi toh dengan segala dukungan dan bantuan dari umat paroki yang ramah dan dari kapelan yang selalu siap menolong saya dapat menjalani semuanya itu dengan baik.

Semua kegiatan tersebut memberi gambaran bagiku akan sejumput tantangan karya pastoral di Eropa yang pada dasarnya agak berbeda dengan situasi pastoral di tanah airku Indonesia. Sekaligus pula memberi inspirasi ke arah mana saya harus menggembleng diriku sebagai seorang calon tenaga pastoral.

Augustinus Herianto Longa